Pages

Monday, July 23, 2012

Parade bedug


Sentot, 16, begitu antusias menikmati aksi panggung anak-anak band ST 12 yang sedang manggung di Lapangan ali Bliruk, Slawi, Tegal pada Rabu sore (17/9).

Capai berjingkrak-jingkrak, Sentot pun berteriak memanggil Charlie, vokalis band ST 12 agar dirinya diberi stik drum yang biasa dipegang oleh Charlie selama menyanyi. Dan... hup, Sentot pun mendapatkan stik yang dilemparkan Charlie ke arahnya. Wajahnya tampak bangga.

Sentot adalah siswa SMA Negeri II Bangka Belitung yang tergabung dalam kelompok perkusi Pesona Wangka dari Bangka Belitung yang mengikuti Sampoerna Hijau Parade Bedug 2008 sejak dari sumenep bersama 20 orang kawan-kawannya sekotanya. Menurut Sentot, anggota kelompok Pesona Wangka terdiri dari berbagai profesi. "Tapi kebanyakan siswa SMA dan para guru," ujar Sentot yang mengaku beroleh izin dari Sekolahnya di SMA I Bangka Belitung untuk tak mengikuti pelajaran sepanjang parade bedug.

Kendati badan pegal-pegal, Sentot mengaku tetap senang mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh perusahaan rokok Sampoerna. Pernyataan Sentot juga diamini oleh Herman, 24, pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Bangka Belitung yang juga menabuh bedug sepanjang perjalanan dari Sumenep hingga Depok.

Menurut Sentot, keterlibatannya dalam Parade Bedug ini akan ia kenang sepanjang hidup. Menurut pemuda berkulit gelap dan berbadan jangkung ini, suasana yang paling menyenangkan dalam acara ini adalah ketika ia harus terus menerus menabuh bedug di sepanjang jalan ramai seperti rute Magelang-Semarang atau Pekalongan-Tegal. "Seru, semua orang sepertinya melihat kita dengan kagum," ucap Sentot bangga.

Tapi untunglah, timpal Herman, jalan di jalur timur tak semuanya ramai, sehingga ia dan kawan-kawannya para penabuh bedug dan perkusi lainnya bisa beristirahat. Saat santai lainnya, ujar Herman, ketika rombongan parade bedug tiba di kota persinggahan. "Selain bisa beristirahat, kita juga bias nonton band-band terkenal manggung," tutur Herman.

Ya, seperti pada Rabu sore itu. Sejak pukul 15.00 WIB, lapangan Kali Bliruk Slawi, Tegal, sudah dipadati penonton yang ingin menyaksikan Pentas Akbar Parade Bedug Sampoerna Hijau 2008 "Budaya Milik Rame-rame" yang telah menempuh separoh perjalanan yang dimulai sejak tanggal 10 September dari wilayah barat yang dimulai dari Solok, dan rute timur yang diawali dari Sumenep, Madura.

Semangat PT HM Sampoerna dalam acara yang mengangkat salah satu instrumen tradisi memang layak diacungi jempol. Bedug yang semula lebih sering "berdiam" di masjid atau mushola, kini diangkat derajatnya menjadi sebuah instrumen yang boleh jadi paling popular selama bulan September 2008 ini. Maklumlah, bedug yang diangkut oleh truk besar itu dikelilingkan di 30 kota di Jawa dan Sumatera. Tak Cuma itu, bedug yang semula berkesan alat musik "kampung" itu, kini pun kian akrab di telinga masyarakat setelah Sampoerna mengangkat bedug lewat acara parade bedug semenjak 11 tahun lampau.

Hebatnya lagi, bedug tak cuma ditabuh di sepanjang jalan selama parade berlangsung. Tapi bedug pun diteliti sisik meliknya, mulai dari asal-usulnya hingga ke fungsinya. Sampai akhirnya masyarakat mengetahui betapa bedug yang dikenal kini telah melewati perjalanan sejarah yang panjang.

Menurut Drs M Dwi Cahyono dari Universitas Negeri Malang yang menjadi salah satu narasumber Parade Bedug 2008, masyarakat Indonesia telah mengenal budaya bedug setidaknya sejak abad XIV seperti yang tertuang di dalam Kidung Malat pada periode kerajaan Majapahit, jauh sebelum rombongan Laksamana Chengho mendarat di Nusantara. Dwi Cahyono mafhum, mengapa selama ini masyarakat meyakini bahwa keberadaan bedug di Indonesia dimulai sejak kedatangan Chengho. Pendapat ini, ujar Dwi, bermula dari tulisan Goenawan Mohamad di Koran Kompas yang menyitir seorang etnomusikolog Amerika yang meyakini keberadaan bedug di Indonesia berbarengan dengan tibanya pelayaran Chengho di Jawa.

Dwi menambahkan, dirinya juga bisa menunjuk bahwa bedug di Indonesia di beberapa tempat sama sekali tak terpengaruh oleh pengaruh China dan Arab. "Nias dan Bali adalah dua daerah yang memiliki budaya bedug tapi tidak terpengaruh China dan Arab."

Lepas dari asal muasal bedug, menurut etnomusicolog DR Rizaldi, yang justru lebih penting dibicarakan adalah fungsi yang melekat pada bedug. Rizaldi memaparkan, paling tidak ada dua fungsi yang terdapat pada bedug, yakni fungsi sosial dan estetika. Fungsi sosial bedug di antaranya adalah sebagai alat komunikasi atau petanda kegiatan masyarakat, mulai dari ibadah, petanda bahaya, hingga petanda berkumpulnya sebuah komuntas. Sedangkan sisi estetikanya, bedug berperan dalam pengembangan dunia kreatif, konsep, dan budaya material musikal.

***

Panggung mulai menggeliat berbarengan dengan acara jumpa pers yang digelar di belakang panggung. Sebagian wartawan tetap bertahan menyimak pernyataan narasumber dari PT HM Sampoerna dan Deteksi Production yang diwarnai kebisingan sound panggung, sementara beberapa wartawan memilih untuk bergabung bersama penonton untuk menyaksikan pentas akbar yang sore itu dibuka oleh Cathy & Galatian, disusul Atina dan Saskia yang didukung Pesona Wangka, Second Civil, dan Justice Voice.

Tak lama kemudian, setelah pembawa acara berkali-kali mengumumkan bakal munculnya band-band yang sedang beken seperti Marvellsm, D' Masiv dan ST 12 di pentas akbar tersebut, lapangan yang terletak di Kecamatan Slawi itupun disemuti penonton.

Menurut Tiarso Widodo selaku Manager Regional Marketing PT HM Sampoerna Tbk wilayah Jawa Tengah, antusiasme masyarakat Tegal dan sekitarnya telah mendorong pihaknya untuk kembali menjadikan kota Tegal sebagai salah satu kota persinggahan perjalanan Parade Bedug Sampoerna 2008. "Di samping itu, masyarakat Tegal juga kental akan budaya bedug. Pilihan yang tepat jika kami kembali mengadakan di Tegal," tutur Tiarso Widodo.

Tiarso menambahkan, selain Pentas Singgah dan Pentas Akbar, pihaknya juga kembali mengadakan lomba tabuh bedug yang bertujuan untuk mengajak masyarakat ikut melestarikan budaya tabuh bedug. "Karena budaya tersebut merupakan milik kita bersama. Sesuai tema Sampoerna Hijau Parade Bedug 2008, 'Budaya Milik Rame-rame'," tutur Tiarso.

Penyelenggaraan lomba bedug ini merupakan komitmen Sampoerna untuk melestarikan bedug sebagai salah satu budaya Indonesia dengan cara melibatkan partisipasi masyarakat di 11 kota yang menjadi temppat penyelenggaraan Pentas Akbar, yakni Sumenep, Padang, Madiun, Solo, Lampung, Serang, Tegal, Bogor. Sukabumi, Tasikmalaya, dan Depok.

Menurut Brand Manager Sampoerna Hijau Suminto Alexander Hermawanto, seleksi awal pada saat pre-event Sampoerna Hijau Parade Bedug memilih sepuluh tim terbaik. "Lantas mereka berlaga pada seleksi lokal di hari H Pentas Akbar untuk dipilh satu pemenang," ungkap Suminto.

***

Lapangan Kali Bliruk telah sore. Penonton berjumlah sekitar 10 ribu orang itu pun mulai meninggalkan lapangan usai band ST 12 menyanyikan lagu andalan mereka, Puspa.

Panggung pun dengan cepat dibongkar, sementara Herman dan Sentot tak lagi nampak. Mereka dan rombongan penabuh bedug lainnya pasti sedang bersiap berbuka puasa untuk selanjutnya beristirahat untuk melanjutkan perjalalanan panjang mereka hingga kota terakhir di Depok pada 21 September 2008.

No comments:

Post a Comment